Perusakan kawasan situs bersejarah di Indonesia sulit diatasi karena Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya masih mandul. Sudah hampir dua tahun belum ada peraturan Pemerintah yang ditandatangani Presiden untuk menjalankan undang-undang tersebut.
Menurut Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti, Selasa (14/2), rancangan peraturan Pemerintah (RPP) tersebut masih dibahas di DPR."Saya dengar sudah hampir selesai. Mudah-mudahan tahun ini RPP sudah bisa selesai semuanya," kata Wiendu.
Undang-undang Cagar Budaya yang diterbitkan tahun lalu itu menggantikan UU No 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan upaya pelestarian situs budaya. Dalam UU No 5/1992 tersebut dinyatakan, yang dianggap sebagai cagar budaya hanyalah bendanya.
Artinya, lingkungan atau kawasan benda bersejarah itu berada tidak dianggap sebagai cagar budaya sehingga seringkali luput dari upaya perlindungan. Dengan UU baru yang diterbitkan tahun 2010, lingkungan situs termasuk kawasan cagar budaya yang dilindungi.
Konteks Sejarah
Guru Besar luar biasa Departemen Arkeologi Universitas Indonesia Moendardjito mengatakan, kawasan situs bersejarah perlu dilindungi dan kerusakan agar para ahli arkeologi bisa meneliti konteks sejarah dari hasil temuannya. "Kalau lingkungan temuannya sudah rusak, tinggal bendanya saja, tidak akan ada artinya apa-apa. Untuk 'menerjemahkan' hasil temuan, perlu ada konteks dengan lingkungannya," kata Moendardjito.
Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bidang Hubungan Antarlembaga, yang juga arkeolog konservasi, Junus Satrio Atmodjo, mengungkapkan, masih ada tiga RPP terkait dengan cagar buadaya yang belum selesai dibahas DPR, yakni tentang RPP museum, perlindungan, dan register nasional cagar budaya.
Menurut UU Administrasi Negara, kata Junus, PP sudah harus diterbitkan paling lambat satu tahun setelah UU No 11/2010 diterbitkan. "Penerbitan PP sudah harus selesai pada tahun 2012 dan segera diserahkan kepada Presiden untuk disahkan," ujarnya.
UU Cagar Budaya yang baru tersebut, menurut Janus, lebih lengkap dibandingkan dengan UU lama. UU tersebut merinci cagar budaya sebagai benda, bangunan, situs, struktur, kawasan. Di dalam UU juga diatur tentang zonasi dalam kawasan cagar budaya.
Sanksi yang diterapkan dalam UU Cagar Budaya ini juga menganut hukuman minimal. Sanksi minimal ini dianggap bisa memberikan efek jera bagi mereka yang melanggar ketentuan. Masyarakat yang berada di sekuat kawasan situs juga dilindungi oleh UU Cagar Budaya.
(Sumber: Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar