Jumat, 29 Juli 2011

Kaharingan Sebagai Agama Suku Dayak di Kalimantan Tengah


Kaharingan adalah agama sebagian masyarakat Suku Dayak Ngaju, Dusun Witu, Dusun Malang, Ma’anyan, lawangan , Taboyan, Siang, dan lain- lain. Menurut masyarakat Suku Dayak yang ada di Kalimantan Tengah khususnya, baik dari cerita, nyanyian, sajak, maupun legenda seperti cerita yang di miliki oleh suku Dayak Ma’anyan yang menceritakan tentang Asal Usul Dayak Ma’anyan dalam bahasa “ Janyawai “ (bahasa asli ma’anyan jaman dulu) Kaharingan telah ada berates bahkan beribu- ribu tahun yang lalu sebelum datangnya Agama Hindu yang di bawa oleh bangsa Majapahit di jaman Patih Gajah Mada, Budha, Islam dan Kristen yang di sebarkan oleh para Missionaris.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2007, terdapat 223.349 orang yang menganut agama Kaharingan di Kalimantan Tengah ( 13 kabupaten dan 1 kota madya ).
Di Indonesia, agama Kaharingan hanyalah di lihat sebagai adat, kebudayaan atau aliran kepercayaan. Karena bukan merupakan agama resmi yang di akui oleh Negara, maka kaharingan diklasifikasikan sebagai kelompok masyarakat yang belum beragama. Stigmatisasi itu memposisikan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah khususnya yang menganut aliran kepercayaan Kaharingan menjadi target proselitisasi baik oleh sebagian dari para Pekabar Injil Kristen maupun oleh Pendakwah Islam. Namun beberapa agama lainnya seperti Hindu dan Katolik telah mencoba menginkulturasikan sebagian budaya kaharingan untuk masuk kedalam proses pelaksanaan kedua agama tersebut. Karena kaharingan dinilai tanpa agama yang resmi, maka dalam iklim politik yang khas, mereka “ bias dengan mudah “ dituding sebagai komunis, pemberontak dan musuh Negara.
Agar dapat eksis sebagai entitas social, politik, budaya dan agama di panggung kehidupan masyarakat Kalimantan tengah di Indonesia, para actor social kaharingan dengan sadar melakukan praktik- praktik social tertentu. Beberapa strategi dan siasat dibangun dan terbangun untuk memperoleh relasi dan posisi yang menguntungkan secara social, ekonomi, politik dan kebudayaan.
Sebenarnya tulisan ini ingin mencoba memperlihatkan bagaimana politik kultural dan keagamaan terbangun dan di bangun oleh para penganut agama kaharingan ketika berhadapan dengan struktur- struktur objektif yang ada di sekitar mereka. Disini para penganut Kaharingan dilihat sebagai individu- individu yang aktif, atau sebagai subjek yang menjalani proses dialektika kehidupan yang terus menerus melakukan dialog dengan agen- agen yang lain. Mereka dipandang sebagai suatu kelompok masyarakat yang “ memiliki theory tentang dunia dan tempat mereka di dalamnya”.
( Sumber buletin,buku,jurnal,makalah,Koran,internet & disertasi )

2 komentar:

  1. Hallo salam kenal saya blogger Dari Muara Teweh Kalimantan Tengah,kalau kamu blogger dari mana ?
    Dan saya setuju dengan postingan saudara ini ..
    Kalau ada waktu berkunjung ke situs saya ya.
    Http://berbagii-ilmu.blogspot.com

    BalasHapus
  2. ya hallo juga, saya di palangkaraya,tapi asli kelahiran buntok... tterima kasih bro... ok,pasti aku kunjungi.. banyak postingan bagus ku liat disitusnya ya. mantap.

    BalasHapus